Selasa, 06 Mei 2014

Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Usaha 3



Anna Maria Tri Anggraini

ABSTRAK


Kartel merupakan tindakan anti persaingan yang membawa dampak paling signifikan, baik terhadap pesaing maupun konsumen. Di beberapa negara, kartel dianggap sebagai tindakan kriminal disertai denda pidana dan/atau kurungan. Mengingat dampak atas kartel terhadap konsumen berupa kerugian, maupun terhadap pesaingnya berujud hambatan masuk (entry barrier) ke pasar bersangkutan, maka terdapat sistem pembuktian kartel dengan penggunaan bukti ekonomi. Hal ini dilakukan guna mengatasi kesulitan mengungkap kartel, karena hampir semua kartel tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis. Tulisan ini menggunakan data sekunder berupa putusan-putusan KPPU di bidang industri minyak goreng dan fuel surcharge di industri penerbangan. Bukti ekonomi sangat diperlukan guna mendukung bukti langsung (direct evidence) yang biasanya sulit ditemukan dalam kartel. Bukti ekonomi tersebut berupa analisis atas harga yang sifatnya paralel dan terkoordinasi dengan cara mendata harga yang ditetapkan para pelaku dalam industri sejenis, dalam kurun waktu tertentu, dengan
tingkat harga yang sangat tinggi. Bukti ekonomi ini merupakan implementasi pendekatan rule of reason di mana KPPU harus membuktikan dampak atas kartel baik terhadap pesaing maupun konsumen. Pembuktian unsur merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk memenuhi syarat formil, sedangkan bukti ekonomi diperlukan untuk memenuhi syarat material dalam suatu pembuktian. Sebaiknya, bukti ekonomi harus disertai bukti lain yang saling melengkapi (cicumstancial evidence), sehingga dapat meyakinkan semua pihak dalam menerima sistem pembuktian yang spesifik yang dikenal dalam Hukum Persaingan.

Key Words : Larangan Kartel, Bukti Ekonomi

POSTING III



Putusan KPPU Nomor 25/KPPU-I/2009 Tentang Fuel Surcharge dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik

Sama halnya dengan perkara minyak goreng namun berdasarkan fakta menemukan perjanjian tertulis terkait dengan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006 sebesar Rp 20.000 per penumpang yang mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 namun pada prakteknya penerapan harga fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing – masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA. Meskipun ada kesepakatan membatalkan perjanjian sejak tanggal 30 Mei 2006, pihak Majelis Komisi menilai bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian tidak tertulis . Hal imi dibuktikan dengan unsure penetapan harga yang berdasarkan fakta mengenai formula perhitungan fuel surcharge , asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing – masing pelaku usaha berbeda – beda .
Pembuktian Majelis Komisi membuktikan terjadinya kartel dengan menggunakan alat bukti tdak langsung ( indirect evidence ), berupa :
1.      Bukti komunikasi
2.      Bukti ekonomi
3.      Facilitating practice

Dua perkara kartel yang menggunakan alat bukti tidak langsung ( indirect evidence )
Putusan KPPU No. 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel Minyak Goreng
Penentuan pasar bersangkutan dibagi menjadi dua kategori yaitu pasar produk dan pasar geografis. Dalam menentukan pasar produk didasarkan pada fungsi kegunaan , karakteristik dan kemasan yang dimiliki produk , perbedaan tingkat harga ditetapkan produsen minyak goremg sawit dimana harga minyak goreng curah lebih rendah dibandingkan harga minyak goreng kemasan.
Sedangkan dalam menilai struktur pasar menggunakan pendekatan factor structural, yaitu:
ü  Struktur pasar minyak goreng curah di Indonesia sangat terkonsentrasi, sedikitnya jumlah pelaku usaha yang ada dalam suatu pasar akan meningkatkan konsentrasinya pada pasar tersebut.
ü  Ukuran perusahaan produsen minyak goreng sawit. Untuk melihat ukuran perusahaan dalam suatu pasar bersangkutan dapat dilakukan dengan membandingkan kapasitas produksi masing-masing perusahaan yang merupakan pesaing.
ü  Homogenitas Produk, artinya bahwa secara umum produk minyak goreng relatif homogen. Perbedaan yang dilakukan hanya terjadi pada produk kemasan dalam bentuk brand (merek).
ü  Kemudahan masuk pasar, artinya tingkat hambatan masuk di dalam pasar minyak goreng kemasan relative tinggi. Hal ini dikarenakan untuk dapat bersaing maka perusahaan membutuhkan modal yang besar agar dapat mencapai skala ekonomi, sehingga dapat bersaing di dalam pasar
ü  Karakteristik permintaan, artinya bahwa permintaan minyak goreng memiliki karakteristik in-elastis. Hal ini bisa dilihat dari jumlah penjualan pada saat terjadi perubahan harga.
ü  Transparasi dan pertukaran informasi harga minyak goreng, bahwa dalam melakukan transaksi CPO untuk minyak goreng di Indonesia, para pelaku usaha menggunakan referensi harga yang digunakan di beberapa institusi (Rotterdam, Malaysia, Tender KPB, dan Tender PT Astra Agro Lestari).
Pembuktian adanya factor price parallelism bukan merupakan bukti terjadinya kartel namun terjadinya harga yang sama pada kasus minyak goreng dikarenakan bahan bakunya sama.Hal utama yang menyebabkan adanya kartel yaitu adanya kolusi untuk membuat consensus dalam bentuk kartel diantaranya price parallelism jika tidak dapat memberikan penjelasan yang rasional terhadap terjadinya price parallelism.


Daftar Pustaka :

A. Junaidi, “Pembuktian Kartel dalam UU No.5/
1999”, Kompetisi, edisi 11, 2008.
A. M. Tri Anggraini, Penggunaan Analisis
Ekonomi Dalam Mendeteksi Kartel
Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha,
dalam Jurnal Persaingan Usaha, cet.1,
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan
Usaha: Desember 2010.
Campbell, Enid. et. al. Legal Research, Materials
and Methods. Sydney: The Law Book Company
Limited, 1988.
Dworkin, Ronald. Legal Research (Daedalus:
Spring, 1973.
Heidenhain, Martin. et. al. German Antitrust Law.
Frankfurt am Main: Verlap Fritz Knapp
GmbH, 1999.


Nama Kelompok :
Canya Pramesthi
Isna Isniati
Genialfi Mia
Afra Nissa
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar