Anna Maria Tri Anggraini
ABSTRAK
Kartel merupakan tindakan anti persaingan yang membawa dampak paling signifikan, baik terhadap pesaing maupun konsumen. Di beberapa negara, kartel dianggap sebagai tindakan kriminal disertai denda pidana dan/atau kurungan. Mengingat dampak atas kartel terhadap konsumen berupa kerugian, maupun terhadap pesaingnya berujud hambatan masuk (entry barrier) ke pasar bersangkutan, maka terdapat sistem pembuktian kartel dengan penggunaan bukti ekonomi. Hal ini dilakukan guna mengatasi kesulitan mengungkap kartel, karena hampir semua kartel tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis. Tulisan ini menggunakan data sekunder berupa putusan-putusan KPPU di bidang industri minyak goreng dan fuel surcharge di industri penerbangan. Bukti ekonomi sangat diperlukan guna mendukung bukti langsung (direct evidence) yang biasanya sulit ditemukan dalam kartel. Bukti ekonomi tersebut berupa analisis atas harga yang sifatnya paralel dan terkoordinasi dengan cara mendata harga yang ditetapkan para pelaku dalam industri sejenis, dalam kurun waktu tertentu, dengan
tingkat harga yang sangat tinggi. Bukti ekonomi ini merupakan implementasi pendekatan rule of reason di mana KPPU harus membuktikan dampak atas kartel baik terhadap pesaing maupun konsumen. Pembuktian unsur merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk memenuhi syarat formil, sedangkan bukti ekonomi diperlukan untuk memenuhi syarat material dalam suatu pembuktian. Sebaiknya, bukti ekonomi harus disertai bukti lain yang saling melengkapi (cicumstancial evidence), sehingga dapat meyakinkan semua pihak dalam menerima sistem pembuktian yang spesifik yang dikenal dalam Hukum Persaingan.
Key Words : Larangan Kartel, Bukti Ekonomi
POSTING IV
Putusan
KPPU No. 25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam Industri
Jasa Penerbangan Domestik
Pasar Bersangkutan dalam perkara ini didefinisikan berdasarkan
Pasal 1 angka 10 UU No 5 Tahun 1999, yaitu “pasar yang berkaitan dengan
jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau
jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa
tersebut.”
Untuk melakukan analisis ini maka suatu produk harus ditinjau
dari beberapa aspek, yaitu: kegunaan, karakteristik, dan harga;
Aspek kegunaan, penerbangan adalah jasa transportasi untuk
menghubungkan antara titik keberangkatan dengan titik tujuan. Kegunaan tersebut
dapat dipenuhi tidak hanya oleh layanan penerbangan, namun juga dapat
disubstitusi oleh layanan lainnya, misalnya moda transportasi darat maupun moda
transportasi laut.
Aspek karakteristik, penerbangan memiliki kegunaan yang sama
dengan moda transportasi lainnya, terdapat karakteristik yang berbeda secara
signfikan antara layanan penerbangan dengan moda transportasi lainnya Oleh
karena itu, dari aspek kecepatan, layanan penerbangan udara merupakan pasar
yang terpisah disbanding dengan layanan yang disediakan oleh moda transportasi
darat seperti bis dan kereta api, maupuan moda transportasi laut seperti kapal
laut.
Pangsa pasar dalam industry penerbangan hanya di kuasai oleh
beberapa pelaku usaha yang dominan, sehingga berdasarkan kekuatan pangsa pasar
tersebut dapat memudahkan pelaku usaha untuk menetapkan harga yang selalu
diikuti oleh pesaingnya. Dalam hal ini pelaku usaha yang memiliki posisi
dominan melakukan komunikasai secara tidak langsung dengan pesaingnya dengan
cara price signaling, di mana pelaku usaha pada posisi dominan ini
sebagai price leader karena memiliki pangsa pasar yang besar, sedangkan
pelaku usaha lainnya yang memiliki pangsa pasar lebih kecil bertindak sebagi price
follower
Pembuktian
adanya persaingan usaha tidak sehat dengan pembuktian
adanya “perjanjian”, dilakukan dengan cara membuktikan adanya perjanjian tidak
tertulis, yang terlihat dari terciptanya harga paralel. Majelis Komisi menilai
unsure penetapan harga didasarkan fakta mengenai formula perhitungan fuel
surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load
factor yang dibuat oleh masing-masing Pelaku usaha berbeda-beda. Majelis
Komisi menilai seharusnya fuel surcharge yang ditetapkan oleh
masingmasing pelaku usaha juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan
masing-masing perusahaan.
Kesimpulan
a.
KPPU membuktikan adanya
pelanggaran atas larangan kartel dengan cara membuktikan unsurunsur ketentuan
tentang kartel, bukan hanya Pasal 11 melainkan pasal-pasal terkait dengan
kartel, seperti Pasal 4 tentang Oligopoli, Pasal 5 tentang Penetapan Harga, dan
Pasal 9 tentang PembagianWilayah. Pembuktian unsur “Perjanjian” seringkali
menimbulkan kesulitan manakala perjanjian kartel dilakukan secara lisan. Pada
umumnya kartel dilakukan secara diam-diam, sehingga tidak ditemukan dokumen
yang secara eksplisit menunjukkan adanya perjanjian atau kolusi tersebut. Hal
ini disebabkan KPPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan dokumen
maupun menggeledah, serta formalitas penggunaan alat bukti yang cenderung konvensional
meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen/surat, petunjuk dan
keterangan pelaku usaha. dengan menggunakan bukti tidak langsung (indirect
evidence) sebagai alternatif dari bukti langsung (direct evidence)
yang konvensional.
b.
Bukti ekonomi untuk
membuktikan kartel digunakan sebagai pembuktian dua (2) instrumen persaingan,
yakni struktur dan dampak terhadap pesaing dan konsumen. Bukti ekonomi yang pertama
dilakukan oleh KPPU adalah mendefinisikan pasar bersangkutan, yang mencakup
pasar produk dan pasar geografis. Penggunaan bukti ekonomi dalam industri
penerbangan, struktur pasar didominasi oleh dua pelaku usaha. Kedua perusahaan
yang dominan tersebut sebagai price leader melakukan price signaling untuk
menentukan harga, sehingga diikuti oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki
pangsa pasar kecil sebagai price follower. Selain itu, bukti ekonomi
digunakan untuk menentukan besarnya ganti rugi. Penggunaan bukti ekonomi dalam
mengungkap perkaraperkara kartel ini berguna untuk memperkuat sistem pembuktian
dalam Hukum Persaingan yang bersifat dinamis dan progresif. Bukti ekonomi dibutuhkan
dalam pembuktian atas pelanggaran persaingan usaha, karena karakter perilaku di
dunia usaha berbeda jenis maupun bentuknya.
Saran :
Penggunaan bukti ekonomi sebaiknya disertai dengan yang berasal
dari konsumen, sehingga putusan KPPU dapat diperkuat di tingkat banding maupun
kasasi, dan memberi warna bagi perkembangan Hukum Pesaingan di Indonesia. Di
samping itu, Hakim/Hakim Agung di tingkat Pengadilan Negeri dan Kasasi
hendaknya tidak bersikap rigid dan legalistik dengan hanya menggunakan sistem
pembuktian yang sifatnya konvensional. Namun sebaliknya, mulai mempertimbangkan
penggunaan bukti tidak langsung (indirect evidence), terutama dalam
membuktikan kartel.
Daftar Pustaka :
A. Junaidi, “Pembuktian Kartel
dalam UU No.5/
1999”, Kompetisi, edisi
11, 2008.
A. M. Tri Anggraini, Penggunaan
Analisis
Ekonomi Dalam
Mendeteksi Kartel
Berdasarkan
Hukum Persaingan Usaha,
dalam Jurnal
Persaingan Usaha,
cet.1,
Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan
Usaha: Desember 2010.
Campbell, Enid. et. al. Legal
Research, Materials
and Methods. Sydney: The Law
Book Company
Limited, 1988.
Dworkin, Ronald. Legal
Research (Daedalus:
Spring, 1973.
Heidenhain, Martin. et. al. German
Antitrust Law.
Frankfurt am Main: Verlap Fritz
Knapp
GmbH,
1999.
Nama Kelompok :
Canya Pramesthi
Isna Isniati
Genialfi Mia
Afra Nissa