Budaya dan Etika Politik Dalam Sistem Politik Indonesia
Canya Pramesthi R.M (
21212552 )
Richky Aprisia (
26212280 )
Sejak Indonesia memasuki era
reformasi, banyak perubahan fundamental telah mewarnai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perubahan yang paling signifikan terjadi pada sistem tata kelola
pemerintahan dengan diterapkannya sistem check and balances (pengawasan dan
kesamaan kedudukan) dalam menjalankan fungsi dan wewenang di antara lembaga
eksekutif, legislatif dan judisial. Namun sayang pelaksanaan reformasi yang
sejatinya bertujuan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan masih
dihadang oleh kendala lemahnya moral oknum pejabat negara yang mudah tergoda
oleh faktor uang untuk kepentingan memperkaya diri sendiri.
Dapat dipahami bahwa pucuk kekuasaan
pemerintahan cenderung penuh dengan pergulatan, tarik menarik kepentingan
politik antara elit pemerintah dan pemain politik di luar birokrasi. Politik
dapat menjelma sebagai alat mempertahankan kekuasaan, namun juga dapat merubah
keadaan (reformasi). Semua tergantung sampai sejauh mana budaya politik
Indonesia melegitimasi campur tangan elit politik dalam pemerintahan. Selain di dalam pemerintahan, mempelajari budaya
politik amat bermanfaat dalam menjelaskan proses kelahiran demokrasi dalam
sistem politik Indonesia. Proses demokrasi yang berjalan lambat seiring dengan
mundurnya tokoh reformasi dalam memenuhi janji-janjinya terhadap rakyat.
Apabila perubahan tak kunjung datang, demokrasi hanya sekedar isapan jempol dalam menciptakan wakil rakyat yang nyaring suara miskin tindakan. Sementara rakyat memahami demokrasi sebagai kebebasan melakukan segala sesuatu mulai dari memilih pimpinan, menurunkan pimpinan, sampai ‘kebablasan’ melakukan tindak kekerasan antara sesama dalam mempertahankan kepentingan politik individu maupun kelompok.
Apabila perubahan tak kunjung datang, demokrasi hanya sekedar isapan jempol dalam menciptakan wakil rakyat yang nyaring suara miskin tindakan. Sementara rakyat memahami demokrasi sebagai kebebasan melakukan segala sesuatu mulai dari memilih pimpinan, menurunkan pimpinan, sampai ‘kebablasan’ melakukan tindak kekerasan antara sesama dalam mempertahankan kepentingan politik individu maupun kelompok.
Oleh
karena itu, memahami sistem politik Indonesia tidak dapat sepenggal-penggal,
akan tetapi dalam satu kesatuan konteks budaya. Dengan memahami budaya politik,
diharapkan agar para elit politik penentu kebijakan pemerintahan dapat menata
ulang lembaga demokrasi Indonesia, sehingga kepentingan rakyat dapat
tersalurkan dengan baik, disamping menghasilkan rakyat yang arif menyikapi
perubahan sistem politik yang terjadi.
Etika
yang mengagungkan adab dan perbuatan yang baik untuk kepentingan hidup bersama
dengan orang lain, selalu memperhatikan hak dan kewajiban. Institusi
berkeadilan terbangun dalam wadah kebebasan yang bertanggung jawab. Oleh karena
itu, etika akan selalu diperlukan dan selalu memerlukan legitimasi di dalam
pelaksanaannya dalam dunia politik (ruang publik) bahkan ruang privat
sekalipun. Apabila etika dalam ruang privat akan diproyeksikan dalam ruang
publik, maka hasilnya akan berupa transformasi etika solidaritas privat yang
secara terus menerus terpola ke dalam ruang publik.
Pola etika solidaritas akan diteruskan secara berkesinambungan membentuk struktur. Atnhony Giddens, mengatakan bahwa kebiasaan yang berulang dan membuat pola akan menciptakan hukum. Hukum merupakan landasan etika dalam masyarakat politik. Hukum dapat menjadikan diri kita baik dan buruk, seperti dua sisi mata uang berbeda. Disinilah, letak pentingnya etika dalam penyelenggaraan kehidupan politik bagi kesejahteraan bangsa. Ketiadaan hukum ataupun keengganan mematuhi peraturan akan berdampak sangat buruk dalam menjaga hubungan antar sesama. Etika politik yang sudah tidak diindahkan lagi, karena terdengar asing di telinga si pelaku, akan mengantarkan dirinya pada penolakan orang lain. Begitu seterusnya sehingga etika solidaritas tadinya ada di dalam sistem politik dapat seketika runtuh begitu etika lenyap dari norma-norma kesantunan suatu bangsa.
Pola etika solidaritas akan diteruskan secara berkesinambungan membentuk struktur. Atnhony Giddens, mengatakan bahwa kebiasaan yang berulang dan membuat pola akan menciptakan hukum. Hukum merupakan landasan etika dalam masyarakat politik. Hukum dapat menjadikan diri kita baik dan buruk, seperti dua sisi mata uang berbeda. Disinilah, letak pentingnya etika dalam penyelenggaraan kehidupan politik bagi kesejahteraan bangsa. Ketiadaan hukum ataupun keengganan mematuhi peraturan akan berdampak sangat buruk dalam menjaga hubungan antar sesama. Etika politik yang sudah tidak diindahkan lagi, karena terdengar asing di telinga si pelaku, akan mengantarkan dirinya pada penolakan orang lain. Begitu seterusnya sehingga etika solidaritas tadinya ada di dalam sistem politik dapat seketika runtuh begitu etika lenyap dari norma-norma kesantunan suatu bangsa.
Referensi
:
http://gshk.blogspot.co.id/2010/04/budaya-dan-etika-politik-dalam-sistem.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar